Browse » Home
|
Makalah ini
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah
Bimbingan dan konseling
Pada Jurusan Tarbiyah Prodi MPI
Kelompok 9
Oleh :
SRIWAHYUNI
RONI WALTER
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN)
WATAMPONE 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan kepada pembaca tentang Teori
Rasional dan Terapi Teori Belajar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita.
Amin.
Watampone,27
April 2012
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................... i
Daftar isi ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan
......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori
Rasional ............................................................................. 2
B. Terapi
Teori Belajar .................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................... 13
Daftar pustaka
Top
of Form
Bottom of Form
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rasional merupakan
cara pandang atau berpikir seseorang dengan cara pikiran atau pertimbangan yang
logis; menurut pikiran yang sehat, cocok dengan akal. Atau menurut rasio
(menurut nisbah atau yang patut)
Tujuan dari RET
pada intinya untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan
lingkungannya. Konselor terapis berusaha agar klien makin menyadari pikiran dan
kata-katanya sendiri, serta mengadakan endekatan yang tegas, melatih klien
untuk bisa berpikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional.
Sebagai suatu
kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari
teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan
sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung oleh data untuk
menjelaskan suatu fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan
fenomena. Suatu teori yang baik mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) jelas,
yaitu dapat dipahami, dan tidak terdapat pertentangan di dalamnya; (2) komprehensif,
yaitu dapat menjelaskan fenomena secara menyeluruh; (3) eksplisit,
artinya setiap penjelasan didukung oleh bukti-bukti yang dapat diuji; (4) “parsimonius”,
artinya menjelaskan data secara sederhana dan jelas; (5) dapat merumuskan
penelitian yang bermanfaat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan Pengertian Teori Emotif Rasional ?
2.
Jelaskan Pengertian Terapi Teori Belajar ?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan Pengertian Teori Emotif Rasional.
2.
Menjelaskan Pengertian Terapi Teori Belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Rasional
1)
Pengertian Terapi Emotif Rasional
Istilah Terapi Emotif Rasional (TRE / RET --- Rational
Emotive Therapy) sukar digantikan dengan istilah bahasa Indonesia yang
mengena; paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling
yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat
(rational thingking, berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta
sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir
dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus
dibantu untuk meninjau kembali cara berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dalam sekaligus promoter utama corak konseling
ini adalah Albert Ellis, yang
telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang
berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to
Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of Counselling
yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks
Theories of Counselling (1979).
Corak konseling RET berpangkal pada beberapa
keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah
diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis,
yaitu:
a. Manusia adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia
bukan superman dan juga bukan mahluk yang kurang dari seorang manusia.
b. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal
keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan
yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan
baginya.
c. Hidup secara rasional berarti berpikir,
berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat
dicapai secara efisien dan efektif.
d. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk
hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia
dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
e. Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang
sebenarnya kurang masuk akal atau irrasional (irational beliefs), yang
ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang
kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis :
ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event, Belief, dan Emotional consequence.
Teapi Emotif Rasional (TRE) adalah aliran
psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,
baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan
jahat.
2)
Tujuan Terapi Emotif Rasional
Tujuan utama dari terapi ini yaitu meminimalkan
pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh
filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu
reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah
manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak
diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967, hlm, 85;1973a, hlm.
172), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai
dirinya yang paling dasar.
Terapis terutama menggunakan metodologi yang gencar,
sangat direktif, dan persuasif yang menekankan aspek-aspek kognitif. Rllis
(1973ª,hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh
terapis TRE sebagai berikut:
a)
mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan
dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
b)
menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
c)
menunjukkkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
d)
menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan
keyakinan-keyakinan irasional klien;
e)
menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya
dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan
tingkah laku di masa depan;
f)
menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi
irasionalitas pikiran klien;
g)
menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional
bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan
empiris;
h)
mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah
pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan
gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis
sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara
merasa dan berperilaku yang dapat merusak diri.
3)
Tiga Taraf Pemahaman dalam TRE
Klien menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang
menyebabkan dia takut terhadap suatu hal:
a)
Klien mengakui bahwa dia masih merasa terancam oleh
ketidaknyamanannya, karena dia tetap mempercayai dan mengulang-ulang
keyakinan-keyakinan irasional yang telah diterimanya.
b)
Tarap pemahaman ketiga terdiri atas penerimaan klien
bahwa dia tidak akan membaik, juga tidak akan berubah secara berarti kecuali
jika dia berusaha sungguh-sungguh dan berbuat untuk mengubah keyakinan
irasionalnya dengan benar-benar melakukan hal-hal yang bersifat
kontropropaganda.
4)
Penerapan Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapeutik
Rasional Emotif
TRE memberikan keleluasaan kepada
pempraktek untuk menjadi eklektik. Sebagian besar sistem psikoterapi
mengandaikan suatu kondisi tunggal yang diperlukan bagi pengubahan kepribadian.
Ellis (1976, hlm 89), berpendapat bahwa mungkin tidak ada kondisi tunggal atau
sekumpulan kondisi yang memadai dan yang esensial bagi terjadinya suatu
perubahan. TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan melalui
banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang
berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan
dengan terapis, menonton film, mendengarkan rekaman-rekaman, mempraktekkan
pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan diri dalam korespondensi melalui
saluran-saluran TRE, menghabiskan waktu sendirian untuk berpikir dan meditasi,
dan dengan banyak cara lain untuk menentukan perubahan kepribadian yang tahan
lama.
5)
Penerapan TRE pada Terapi Individual
Ellis (1973ª, hlm. 192) menyatakan bahwa pada
penanganan terapi individual pada pelaksanaannya diharapkan memiliki satu sesi
dalam setiap minggunya dengan jumlah antara lima sampai lima puluh sesi. Dimana
pada pelaksanaan terapi ini klien diharapkan mulai dengan mendiskusikan
masalah-masalah yang paling menekan dan menjabarkan perasaan-perasaan yang
paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis juga mengajak klien untuk
melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan dengan
kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi
keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan pekerjaan rumah
yang akan membantu klien untuk cecara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan
irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekkan cara-cara hidup yang
lebih rasional.
6)
Teknik-Teknik Terapi Emotif Rasional (Emotif)
a)
Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan
tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat
pendisiplinan diri klien.
b)
Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan
yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang
dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan
dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c)
Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model
tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah
lakunya sendiri yang negatif.
7)
Teknik-teknik Behavioristik
a)
Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang
lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun
hukuman (punishment).
b)
Sosial modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru
pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model
sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan
menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model
sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
c)
Home work assigments
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah
untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang
diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan
perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan
tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru,
mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
d)
Latihan asertif
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam
mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui
bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
B. Terapi
Teori Belajar
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar
yang bersumber dari aliran-aliran psikologi.Di bawah ini akan dikemukakan empat
jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif
menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori
belajar gestalt.
1.
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya
dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata
lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
1)
Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike
terhadap kucing menghasilkan hukum-hukumbelajar, diantaranya:
·
Law
of Effect; artinya bahwa
jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus –
Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang
dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-
Respons.
·
Law
of Readiness; artinya
bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari
pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
·
Law
of Exercise;
artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
2) Classical
Conditioning menurut
Ivan Pavlov
Dari eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
·
Law
of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan
secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks
dan stimulus lainnya akan meningkat.
·
Law
of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
3) Operant
Conditioning menurut
B.F. Skinner
Dari eksperimen
yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung
merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law
of operant
conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.
·
Law
of operant extinction
yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
4) Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar
sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
2.
Teori Belajar
Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang
disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan
kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut
Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory
motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan
(4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person
takes material into their mind from the environment, which may mean changing
the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the
difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda
dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila
dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai
tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi
peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
3.
Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor
yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif
dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran
dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi
antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali;
(6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
- Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan
Gestalt, yaitu:
1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak
dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular”
adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan
perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari,
berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”.
Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari
perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan
behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada,
sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya,
gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan
hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap
rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi
terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan
bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah
contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau
binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan
sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu
reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam
memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan
makalah ini saya dapat menyimpulkan bahwa Istilah Terapi Emotif Rasional (TRE /
RET --- Rational Emotive Therapy) sukar digantikan dengan istilah bahasa
Indonesia yang mengena; paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan:
corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan
akal sehat (rational thingking, berperasaan (emoting), dan berperilaku
(acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam
cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan
dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya,
harus dibantu untuk meninjau kembali cara berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi.Di bawah ini akan dikemukakan empat
jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif
menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori
belajar gestalt.
B. Saran
Dalam penyusunan
Makalah ini penulis tidak menutup
kemungkinan Tidak adanya kesalahan dan kehilafan sebab itu penulis berharap
untuk diberi kritikan dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini
dan pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://faizperjuangan.wordpress.com/2009/03/11/resume-teori-pendekatan-konseling-rational-emotive-therapy/
diakses pada 08 Maret 2011 at 19.30wib
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-rasional-emotif/
diakses pada 08 Maret 2011 at 19.45wib
http://www.zonependidikan.co.cc/2010/05/rational-emotive-therapy.html
diakses pada 08 Maret 2011 at 20.00wib
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar