Pengguna (user) dan kata sandi (password) anggapan dari modem TP-LINK TD-8810 adalah:

User: admin
Password: admin
Tentu saja user dan password di atas bisa kita ganti semau kita. Caranya?
Masuk ke panel Management -> Access Control -> Password.
Pilih Username : admin
Isi password, lalu klik Save/Apply.

BUDIDAYA IKAN LELE






Ikan lele merupakan jenis ikan air Tawar yang dapat dibudidayakan. Alas an orang budidaya lele adalah dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas, cara lebih mudah, pemasarannya relatif mudah dan modal dapat dijangkau. Budidaya lele semakin meningkat setelah masuk jenis lele dumbo. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain cepat besar, telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.

Pertumbuhan yang cepat tanpa memperhatikan pengelolaan induk menyebabkan kualitas lele menurun. Penurunan kualitas dapat karena perkawinan inbreeding. Ini menyebabkan penurunan derajat penetasan, pertumbuhan lambat, daya tahan penyakit menurun.

Pertumbuhan awal lele dapat memanfaatkan makan dari plankton, cacing, insekta dan lain – lain. Tetapi untuk pembesaran dianjurkan untuk memakai pellet karena akan meningkatkan effisiensi dan pruduktifitas. Budidaya lele dapat dilakukan di areal pada ketinggian 1 m - 800 m dpi.
Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial.

Budidaya lele dapat dilakukan di kolam tanah, bak permanent maupun bak plastic. Usahakan air dapat mengalir mengalir. Sumber air dapat berasal dari air sungai mapun air sumur. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air. Keasaman air yang ideal antara 6-9.
Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran sesuai dengan lokasi. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk.

Pelaksanaan budidaya lele :
a. Persiapan kolam tanah (tradisional)
Siapkan kolam tanah. Lakukan pencangkulan tanah dasar kolam dan ratakan. Berikan kapur ke dalam kolam bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.
Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2. Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
b. Persiapan kolam tembok
Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.


c. Penebaran Benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih perlakuan penyesuaian suhu dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
d. Pemberian Pakan
Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 2 – 3 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
e. Pemanenan
Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm. Budidaya lele di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Predator yang biasanya menyerang antara lain ular, burung atau predator lainnya. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp. Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam.
Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.

Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan. Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air. Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak. Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit. Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air). Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK. Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik. Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru. Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.

Pelaksanaan Budidaya
Sebelum benih ikan lele ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan kolam meliputi:
a. Persiapan kolam tanah (tradisional)
Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor). Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).
Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam. Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2.
Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring, kemudian dilakukan pengisian air kolam. Lalu kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
b. Persiapan kolam tembok
Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
c. Penebaran Benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
d. Pemberian Pakan
Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
e. Pemanenan
Ikan lele Sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk di istirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan. Untuk pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.
Kegiatan budidaya lele di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.
Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam.
Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.
Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.

Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati
secara terpisah, Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan.
2. Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air.
3. Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan
pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar
kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak.
4. Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit.
5. Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit.
Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air).
6. Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK
7. Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik dan selalu usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru.
8. Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.

Sumber : Anthogoodwill, S.Sos

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah satu-satunya agama yang di ridhai oleh Allah swt. Dan Allah swt telah menetapkan dua sumber ajaran Islam kepada seluruh manusia, khususnya umat Islam. Dua sumber ajaran Islam itu adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah swt untuk seluruh umat manusia yang ada di dunia ini. Juga merupakan kitab yang bersifat sumber ajaran Islam atau sumber hukum bagi setiap muslim. Dengan Al-Qur’an, seluruh umat Islam akan mencapai hidup yang bahagia di dunia untuk bekal di akhirat kelak. Dengan Al-Qur’an pula umat Islam dapat menuntun hidupnya untuk mencapai keridhaan Allah swt.
Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkannya, tidak diperincikan menurut petunjuk dalil yan masih utuh, tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat yang mutlak dalam Alqur’an. Maka perlu perincian, penjelasan dari pembawa Al-Qur’an itu, yaitu Nabi Muhammad saw.

B. PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalahnya adalah
1.Apa yang dimaksud dengan Hadits itu?
2.Bagaimana cara memahami Hadits itu?
3.Bagaimana model-model penelitiam Hadits itu?

C. TUJUAN PENELITIAN
Dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut.
1.Mengetahui apa yang dimaksud dengan Hadits.
2.Mengetahui bagaimana cara memahami Hadits.
3.Mengetahui bagaimana model-model penelitian hadits.








BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADITS
Pada garis besarnya, Hadits dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan bahasa (etimologi) dan pendekatan istilah. Secara bahasa Hadits berasal dari bahasa Arab, hadatsa yahdutsu hadtsan haditsan yang dapat diartikan dengan berbagai definisi. Pertama, Hadits dapat diartikan Al-Jadid (baru), lawan kata dari Al-Qadim (dahulu). Kedua, Hadits diartikan Al-Qarib (menunjukan pada waktu yang dekat atau singkat). Yang ketiga, Hadits juga diartikan Al-Khabar ( sesuatu yang diperbuncangkan, informasi, berita yang dialihkan dari seseorang kepada yang lain). Hadits yang datangnya dari Nabi adalah Hadits marfu’, hadits yang datang dari sahabat adalah hadits mauquf, dan Hadits yang datangnya dari tabi’in adalah Hadits Maqtu.
Secara istilah, Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, dan pernyataan (taqrir).
1. Perkatan
Yang dimaksud perkataan Nabi Muhammadsaw adalah perkataan yang beliau ucapkan dalam berbagai bidang, seperti bidang hokum (syari’at), akhlaq, aqidah, pendidikan, dan sebagainya.
2. Perbuatan
Perbuatan Nabi Muhammad saw merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas cara pelaksanaannya. Diantara perbuatan beliau, ada yang harus dita’ati dan ada yang bersifat spesifik bagi Nabi saja. Perbuatan Nabi yang bersifat spesifik bagi Nabi saja, antara lain :
a. sebagian tindakan beliau yang ditunjuk sebagai suatu dalil yang khas, yang menegaskan bahwa perbuatan itu hanya spesifik bagi beliau sendiri. Misalnya, Nabi diberi dispensasi oleh Allah untuk menikah lebih dari empat kali. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 50.
artinya: “Hai nabi, Sesungguhnya kami Telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang Telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami Telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
b. Sebagian tindakan beliau yang berdasarkan suatu kebijaksanaan semata-mata yang berkaitan dengan perkara-perkara yang sifatnya duniawi, seperti perdagangan, pertanian, dan mengatur titik perang. Misalnya pada saat perang badar, Nabi-
c. menempatkan divisi tentara di suatu tempat, yang kemudian ada seorang sahabat yang menanyakan kepada beliau, apakah penempatan ini atas petunjuk Allah? Maka Nabi menjawab, bahwa itu hanya pendapat dan siasat beliau saja. Akhirnya atas usul seorang sahabat, penempatan pun dipindahkan ke tempat yang lebih strategis.
b.Sebagai perbuatan beliau pribadi sebagai manusia, seperti makan, minum, berpakaian, dan yang lainnya.
3. Taqrir
Taqrir Nabi adalah keadaan beliau mendiamkan, tidak mennyanggah atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat dihadapan beliau.

B. METODE MEMAHAMI HADIST
Hadist Nabi merupakan sumber ajaran Islam,disamping Al-Quran.Untuk Al-Quran,semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir,sedang untuk hadist Nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.
Dilihat dari segi periwayatannya,sebagaimana dikemukakan syuhudi Ismail(1992:4),Al-Quran mempunyai kedudukan qtiyal al wurud,dan sebagian lagi,bahkan yang terbanyak berkedudukan zanniy al-wurud.Dengan demikian,dilihat dari segi periwayatannya,seluruh ayat Al-Quran tidak perlu dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya. Sedangkan hadist Nabi,dalam hal ini yang berkategori ahad,diperlukan penelitian.Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadist yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya,apakah ia berasal dari Nabi atau bukan.
Menurut Goldziher metode mempelajari sunnah/hadist adalah suatu konsep pemahaman yang fundamental penting bagi kita,pemahaman mengenai perkembangan hadist dan yang setidak-tidaknya selama islam zaman pertengahan, telah didentikan dengan norma-norma praktis atau model tingkah laku yang terkandung dalm hadist, adalah konsep tentang sunnah.Secara harfiah,”Sunnah” berarti “jalan yang telah ditempuh”dan dipergunakan oleh orang-orang Arab sebelum Islam untuk dimaksudkan sebagai model tingkah laku yang telah ditentukan oleh nenek moyang suatu suku. Adapun metode tentang mempelajari hadist antara lain:
1. Metode Hadits Melalui Obyek Penelitian Hadist
Sebagaimana,dikemukakan Taufiqullah (1997:12),bagian-bagian hadist yang menjadi wilayah penelitian ada dua macam ,yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan materi hadist yng dikenal dengan istilah sanad,dan materi atau matan hadist itu sendiri.Dikemukakan Syuhudi Ismail (1992:23) bahwa yang menjadi obyek penelitian hadist itu ada dua macam,yakni rangkaian para periwayat hadist yang dikenal dengan istilah sanad dan materi atau matan hadist itu sendiri.Sedangkan menurut istilahnya adalah rangkaian para periwayat yang menyampaikan kita kepada matan hadist. Adapun bagian-bagian menurut Syuhudi Ismail adalah:
a) Nama-nama periwayat yang terlibat dalam periwayatannya hadist yang bersangkutan.
b) Lambang-lambang periwayatan hadist yang telah digunakan oleh masing-masing periwayat dalam meriwayatkan hadist yang bersangkutan. Misalnya, samitu, akhbarani, an, dan anna.
Adapun kaidah dan cabang pengetahuan hadist diantaranya:
a) Ilmu Hadist Riwayah,menurut Zammalaludil Al-Qosimi (1979:75),yaitu ilmu yang mencakup pernyataan dan perbuatan Nabi SAW.baik periwayatannya,pemeliharaannya,maupun penulisannya atau pembukuan lafazh-lafazhnya.
b) Ilmu Hadist Diroyah atau ndisebut juga dengan ilmu diroyah al-hadist,yang dikenal juga dengan sebutan ilmu usul al-hadist,ulum al-hadist,mustolah al-hadits atau Qowaid al-Tahdits. Secara terminologi,yang dimaksud Ilmu Hadits Diroyah ialah undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan.Adapun cabang-cabang ilmu hadits diroyah dan riwayah antara lain: ilmu Rijal al-hadits,ilmu al Jarh wa al-Tadli,ilmu Thabaqat,dan ilmu Tarikh al-Ruwat.Ketiga ilmu ini berkaitan erat dengan pemgkajian sanad hadits.
2. Metode Hadits Melalui Tujuan Penelitian Hadits
Tujuan pokok penelitian hadits,baik dari segi sanad maupun matan,sebagaimana dikemukakan Syuhudi Ismail,adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti.Kualitas hadits sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan hadits yang bersangkutan. Menurut Syuhudi Ismail telah menyusun babarapa penjelasan barikut ini:
a) Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ulama pada dasarnya tidak terlepas dari hasil ijtihad.
b) Pada kenyataanya,tidak sedikit hadits yang dinilai shahih oleh ulama hadits tertentu, tetapi dinilai tidak shahih oleh ulama tertentu lainnya.
c) Pengetahuan manusia berkembang dari masa ke masa
d) Ulama hadits adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari berbuat salah, karena tidak mustahil bila hasil penelitian yang telah mereka kemukakan.
e) Penelitian hadits mencakup penelitian sanad dan matan.
3. Metode Hadits Melalui Langkah-Langkah Penelitian Hadits
a) Takhrijul-hadits sebagai Langkah Awal Penelitian Hadits.
Menurut Syuhudi Ismail menjelaskan bahwa at-takhrij menurut pengertian asal bahasanya ialah “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu.Adapun pengertian yang populer untuk kata at-takhrij ialah al-istinbat (hal mengeluarkan),at-tadrib (hal melatih atau hal pembiasaan),at-taujih (hal memperhadapkan).
b) Sejarah singkat Takhrij
Para ulama dan peneliti hadits terdahulun tidak membutuhkan kaidah dan pokok-pokok takhrij karena pengetahuan mereka sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat terhadap sumber-sumber Sunnah.
c) Sebab-sebab perlunya Takhrijul Hadits
Adanya Takhrijul Hadits, tentu ada penyebabnya. Maka sebab-sebab perlunya melakukan Takhrijul Hadits antara lain:
1. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadits yang akan diteliti,
2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti,
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi pada sanad yang diteliti.
d) Metode Takhrijul-hadits
Menelusuri hadits sampai kepada sumber aslinya tidak semudah Menelusuri ayat Al-Quran.Untuk menelusuri ayat Al-Quran,cukup diperlukan sebuah kitab kamus Al-Quran.misalnya kitab al-Mujam al-Mufahrs li Al-fazil Al-Quranil al-karim.Adapun metode yang dipakai dalam Takhrij ada dua macam yaitu takhrijul hadits bil-lazh (berdasarkan lafal) dan takhrijul-hadits bil maudhu (berdasarkan topic masalah).
Adapun lima metode Takhrij menurut Endang Soetari:
1. Takhrij dengan mengetahui rawi sahabat atas bantuan kitab Musnad,Mu’jam dan Athraf.
2. Takhrij dengan mengetahui kalimat matan Hadits atasc bantuan kitab Mu’jam,Fihris.
3. Takhrij dengan mengetahui kalimat matan.
4. Tajhrij dengan mengetahui maudhu’(tema).
5. Tajhrij dengan mengetahui keadaan rawi.

C. MODEL-MODEL PENELITIAN HADIS
Sebagaimana halnya al-Qur’an, al-hadis pun telah banyak diteliti oleh para ahli, bahkan dapat dikatakan penelitian terhadap al-hadis lebih banyak kemungkinannya dibandingkan penelitian terhadap al-Qur’an. Hal ini antara lain dilihat dari segi datangnya al-Qur’an dan hadis berbeda. Kedatangan (wurud),atau turun (nuzul)nya al-Qur’an diyakini secara mutawatir berasal dari Allah. Tidak ada satu ayat al-Qur’an pun yang diragukan sebagai yang bukan berasal dari Allah SWT. Dari segi datang (al-wurud)nya hadis tidak seluruhnya diyakini berasal dari Nabi, melainkan ada yang berasal dari selain Nabi. Hal ini selain disebabkan sifat dari lafadz-lafadz hadis yang tidak bersifat mukjizat, juga disebabkan perhatian tarhadap penulisan hadis pada zaman Rasulullah agak kurang,bahkan beliau pernah melarangnya; dan juga karena sebab-sebab yang bersifat politis dan lainnya.
Karena begitu luasnya peredaran dan pengaruhnya dari kedua macam kitab yaitu kitab Sahih Bakhari (810-870)& Sahih Muslim (810-875),maka belakangan datang para peneliti yang selain menggunakan pendekatan perbandingan (comparativ) juga melakukan kritik. Ulama yang paling keras mengeritik Bukhari adalah al-Daruquthni, yang mengatakan bahwa tidak semua hadis yang terdapat dalam Sahih Bukhari dan Muslim diterima oleh ulama secara sepakat. Bagian-bagian lain yang dikritiknya antara lain:
a) Bekaitan dengan lebih atau kurangnya rawi;
b) Berkaitan dengan perbedaan rawi disebabkan perubahan sanad;
c) Berkaitan dengan penyendirian (fard) rawi
d) Sebagian rijalnya ada yang dituduh wahm (kurang jelas identitasnya)

Sebagaimana halnya pada Bukhari, pada Muslim pun datang pula ulama yang memuji dan mengkritiknya.
Menurut hasil penelitian Jumhur Ulama, bahwa Sahih Bukhari lebih tinggi nilainya dari Sahih muslim dengan alasan:
1. Persyaratan yang dikemukakan Bukhari lebih ketat dibandingkan persyaratan yang dikemukakan Muslim.
2. Kenyataan menunjukan bahwa kritik terhadap Bukhari lebih sedikit dibandingkan kritik yang ditunjukan pada Imam Muslim.
3. Perawi hadis Bukhari yang dikritik adalah orang-orang yang diketahui keadaanya oleh Bukhari, atau Bukhari lebih kenal pada orang tersebut daripada orang yang mengkritiknya.
Pada sisi lain ada yang menilai bahwa Shaih Muslim jauh lebih memilikikelebihan dibandimgkan dengan yang dimiliki Bukhari. Kelebihannya antara lain:
1) Sistematikanya lebih baik.
2) Dari segi redaksi, Muslim labih diterima daripada Bukhari, karena Muslim lebih banyak meriwayatkan dengan lafadz, sedangkan Bukhari lebih banyak meriwayatkan dengan makna, sahingga redaksinya memiliki kelemahan.
1. Model H.M.Qurish Shihab
Penelitian yang dilakukan Qurish Shihab terhadap hadis menunjukan jumlahnya tidak lebih banyak jika dibandingakn dengan penelitin terhadap al-Qur’an. Dalam bukunya berjudul Membumikan Al-Qur’an, Quraish Shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadis, yaitu mengenai hubungan hadis dengan al-Qur’an serta fungsi dan posisi sunah dalam tafsir. Bahan-bahan penelitian beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan, yaitu sejumlah buku yang ditulis para pakar di bidang hadis termasuk pula al-Qur’an, dan sifatnya penelitianya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji hipotesa
Hasil penelitian Quraish Sihab tentang fungsi hadis terhadap al-Qur’an, menyatakan bahwa al-Qur’an menekan bahwa Rasul SAW, berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (Qs. 16:44)
Artrinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka )perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.( dan supaya mereka memikirkan,)
Abdul Halim menegaskan bahwa dalam kaitanya dengan al-Qur’an ada fungsi al-Sunah yang tidak diperselisihkan, yaitu apa yang di istilahkan oleh sementara ulama dengan bayan ta’kid dan bayan tafsir. Yang pertama sekedar menguatkan dan menggarisbawahi apa yang terdapat di dalam al-Qur’an. Ulama lain menyebutkan sebagai penetapan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Dalam keadaan demikian, maka al-Qur’an dan al-Sunah kedua-duanya bersama-sama menjadi sumber hukum.
Fungsi yang kedua dari al-Sunah adalah memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an. Yaitu memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan memberikan taqvid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an dan memberikan takhshis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum. Misalnya perintah mengerjakn sembahyang, membayar zakat dan menunaikan ibadah haji dalam al-Qur’an tidak dijelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara-cara melaksanakannya; tidak diperincikan nisab-nisab zakat dan juga tidak dipaparkan cara-cara ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah ditafshil (diterangkan secara terperinci) dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh hadits.
Selain itu al-hadis juga dapat mengambil peran sebagai menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati di dalam al-Qur’an. Misalnya membaca hadis yang artinya “Sungguh Allah telah mengharamkan mengawini seseorang karena sepersusuan, sebagaimana halnya allah telah mengharamkan karena senasab”(H.R. Bukhari Muslim).
2. Model Musthafa Al- Siba’iy
Penelitian yang dilakukan Mushtafa al-Siba’iy dalam bukunya itu bercorak eksfloratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriftif analitis. Yakni dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah.
Hasil penelitian yang dilakukan Mushthfa al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses terjadi dan taersebarnya hadis mulai dari Rasulullah sampai terjadinya pemalsuan hadis dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah, dibukukanny ilmu Musthalah al-Hadis, ilmu Jarh dan al-Ta’dil, Kitab-kitab tentang Hadis-hadis palsu dan pamalsu dan penyebarnya.
Al-Siba’iy juga menyampaikan hasil penelitiannya mengenai pandangan kaum Khawarij, Syi’ah Mu’tazila dan mutakallimin, para penulis modern dan kaum Muslim pada umumnya terhadap al-Sunah. Dilanjutkan dengan laporan tentang sejumlah kelompok di masa sekarang yang mengingkari kehujjahan al-Sunnah disertai pembelanya.
3. Model Muhammad Al-Ghazali
Penelitian yang dilakukan Muhamad al-Gazali dari segi kandungan, termasuk penelitian eksploratif, yaitu membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadis tersebut. Corak penyajiannya masih bersifat deskriptif analitis. Yakni mendeskripsikan hasil penelitian sedemikain rupa, dilanjutkan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan fikih, sehingga terkesan ada misi pembelaan dan pemurnian ajaran Islam dari berbagai paham yang dianggapnya tidak sejalan dengan al-Qur’an dan al-Sunah yang mutawatir. Dalam hasil penelitiannya, ia mengemukakan tentang mayit yang diazab karena tangisan keluarganya, tentang hukum qishash, salat tahiyah masjid, etika makan, minum,antara sarana dan tujuan dan masalah-masalah fikih yang aktual lainnya.

4. Model Zain al-Din ‘Abd al-Rohim bin Al- Husain Al-Iraqiy
Dalam bukunya yang berjudul al-Taqyid wa al-Idlah Syarb Muqaddiman Ibn al-Shalah adalah termasuk kitab ilmu hadis tertua yang banyak mengemukakan hasil penelitian dan banyak dijadikan rujukan oleh para peneliti dan penulis hadis generasi berikutnya.Ia sebutkan sebagai penganut mahzab Syafi’i, belajar di Mesir dan mendalami bidang fikih. Dalam penelitiannya bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditunjukan untuk menemukan bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu. Buku yang pertama kali mengemukakan macam-macam hadis yang didasarkan pada kualitas sanad dan matannya, yaitu ada yang tergolomg sahih, hasan, dhaif. Kemudin dilihat pula dari keadaan bersambung atau terputusnya sanad yang dibaginya menjadi hadis musnad, muttasil. Marfu, maukuf, mursal, al-munqatil. Dilihat dari keadaan kualitas matannya dibagi menjadi hadis yang syadz dan mumkar.

5. Model Penelitian Lainnya
Pada model penelitian hadis ini yang diarahkan pada fokus aspek tertentu saja. Misalnya, Rifat Fauzi Abd al-Muthallib pada tahun 1981, meneliti tentang perkembangan al-Sunah pada abad ke-2 Hijriah. Hasil penelitiannya itu dilaporkan dalam bukunya berjudul Tautsiq al-Sunnah fi al-Qurn al-Tsany al-Hijri Ususuhu wa Itijahat.Selanjutnya Mahmud Abu Rayyah melalui telaah kritis atas sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW. Sementara itu Mahmud Al-Thahhan khusus meneliti cara menyeleksi hadis serta penentuan sanad. Ada pula yang menyusun buku-buku hadis dengan mengambil bahan-bahan pada hasil penelitian lainnya.




BAB III
KESIMPULAN

Alhamdulillah dari keterangan di atas dapat di tarik kesimpulan:
1) Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, dan pernyataan (taqrir).
2) Fungsi yang kedua dari al-Sunah adalah memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an. Yaitu memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan memberikan taqvid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an dan memberikan takhshis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum.
3) Hadits dapat dipahami dengan berbagai metode (cara) antara lain;
a. Melalui Obyek Penelitian Hadist.
b. Metode Hadits Melalui Tujuan Penelitian Hadits.
c. Metode Hadits Melalui Langkah-Langkah Penelitian Hadits.
4.Beberapa metode yang dapat digunakan untuk meneliti Hadits menurut para tokoh, antara lain;
1) Meneliti hubungan hadis dengan al-Qur’an serta fungsi dan posisi sunah dalam tafsir.
2) Meneliti sejarah proses terjadi dan taersebarnya hadis mulai dari Rasulullah sampai terjadinya pemalsuan hadis dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah.
3) Meneliti dengan cara membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadis.










DAFTAR PUSTAKA


Rahman, Fathur, 1974, Ikhtisar Mustholahul Hadits, Bandung : Al-Ma’arif.
Hasan, Abdul Qadir, 1983, Ilmu Mustholahul Hadits, Bandung : Diponegoro.
Nata, Abudin, 2008, Metodologi Studi Islam, Jakarta, Raja Grafindo.
Hakim, Atang Abdul dan Jaih Mubarok, 1999, Metodologi Studi Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hamidullah, Muhammad, 1974, Pengantar Studi Islam, Jakarta : Bintang Bulan.

TENTANG DIRIKU

Foto saya
Keinginan selalu ada, namun butuh pengajaran.

Followers

Copyright 2010 SUGIANTO
Lunax Free Premium Blogger™ template by Introblogger