BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah satu-satunya agama yang di ridhai oleh Allah swt. Dan Allah swt telah menetapkan dua sumber ajaran Islam kepada seluruh manusia, khususnya umat Islam. Dua sumber ajaran Islam itu adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah swt untuk seluruh umat manusia yang ada di dunia ini. Juga merupakan kitab yang bersifat sumber ajaran Islam atau sumber hukum bagi setiap muslim. Dengan Al-Qur’an, seluruh umat Islam akan mencapai hidup yang bahagia di dunia untuk bekal di akhirat kelak. Dengan Al-Qur’an pula umat Islam dapat menuntun hidupnya untuk mencapai keridhaan Allah swt.
Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkannya, tidak diperincikan menurut petunjuk dalil yan masih utuh, tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat yang mutlak dalam Alqur’an. Maka perlu perincian, penjelasan dari pembawa Al-Qur’an itu, yaitu Nabi Muhammad saw.

B. PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalahnya adalah
1.Apa yang dimaksud dengan Hadits itu?
2.Bagaimana cara memahami Hadits itu?
3.Bagaimana model-model penelitiam Hadits itu?

C. TUJUAN PENELITIAN
Dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut.
1.Mengetahui apa yang dimaksud dengan Hadits.
2.Mengetahui bagaimana cara memahami Hadits.
3.Mengetahui bagaimana model-model penelitian hadits.








BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADITS
Pada garis besarnya, Hadits dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan bahasa (etimologi) dan pendekatan istilah. Secara bahasa Hadits berasal dari bahasa Arab, hadatsa yahdutsu hadtsan haditsan yang dapat diartikan dengan berbagai definisi. Pertama, Hadits dapat diartikan Al-Jadid (baru), lawan kata dari Al-Qadim (dahulu). Kedua, Hadits diartikan Al-Qarib (menunjukan pada waktu yang dekat atau singkat). Yang ketiga, Hadits juga diartikan Al-Khabar ( sesuatu yang diperbuncangkan, informasi, berita yang dialihkan dari seseorang kepada yang lain). Hadits yang datangnya dari Nabi adalah Hadits marfu’, hadits yang datang dari sahabat adalah hadits mauquf, dan Hadits yang datangnya dari tabi’in adalah Hadits Maqtu.
Secara istilah, Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, dan pernyataan (taqrir).
1. Perkatan
Yang dimaksud perkataan Nabi Muhammadsaw adalah perkataan yang beliau ucapkan dalam berbagai bidang, seperti bidang hokum (syari’at), akhlaq, aqidah, pendidikan, dan sebagainya.
2. Perbuatan
Perbuatan Nabi Muhammad saw merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas cara pelaksanaannya. Diantara perbuatan beliau, ada yang harus dita’ati dan ada yang bersifat spesifik bagi Nabi saja. Perbuatan Nabi yang bersifat spesifik bagi Nabi saja, antara lain :
a. sebagian tindakan beliau yang ditunjuk sebagai suatu dalil yang khas, yang menegaskan bahwa perbuatan itu hanya spesifik bagi beliau sendiri. Misalnya, Nabi diberi dispensasi oleh Allah untuk menikah lebih dari empat kali. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 50.
artinya: “Hai nabi, Sesungguhnya kami Telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang Telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami Telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
b. Sebagian tindakan beliau yang berdasarkan suatu kebijaksanaan semata-mata yang berkaitan dengan perkara-perkara yang sifatnya duniawi, seperti perdagangan, pertanian, dan mengatur titik perang. Misalnya pada saat perang badar, Nabi-
c. menempatkan divisi tentara di suatu tempat, yang kemudian ada seorang sahabat yang menanyakan kepada beliau, apakah penempatan ini atas petunjuk Allah? Maka Nabi menjawab, bahwa itu hanya pendapat dan siasat beliau saja. Akhirnya atas usul seorang sahabat, penempatan pun dipindahkan ke tempat yang lebih strategis.
b.Sebagai perbuatan beliau pribadi sebagai manusia, seperti makan, minum, berpakaian, dan yang lainnya.
3. Taqrir
Taqrir Nabi adalah keadaan beliau mendiamkan, tidak mennyanggah atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat dihadapan beliau.

B. METODE MEMAHAMI HADIST
Hadist Nabi merupakan sumber ajaran Islam,disamping Al-Quran.Untuk Al-Quran,semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir,sedang untuk hadist Nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.
Dilihat dari segi periwayatannya,sebagaimana dikemukakan syuhudi Ismail(1992:4),Al-Quran mempunyai kedudukan qtiyal al wurud,dan sebagian lagi,bahkan yang terbanyak berkedudukan zanniy al-wurud.Dengan demikian,dilihat dari segi periwayatannya,seluruh ayat Al-Quran tidak perlu dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya. Sedangkan hadist Nabi,dalam hal ini yang berkategori ahad,diperlukan penelitian.Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadist yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya,apakah ia berasal dari Nabi atau bukan.
Menurut Goldziher metode mempelajari sunnah/hadist adalah suatu konsep pemahaman yang fundamental penting bagi kita,pemahaman mengenai perkembangan hadist dan yang setidak-tidaknya selama islam zaman pertengahan, telah didentikan dengan norma-norma praktis atau model tingkah laku yang terkandung dalm hadist, adalah konsep tentang sunnah.Secara harfiah,”Sunnah” berarti “jalan yang telah ditempuh”dan dipergunakan oleh orang-orang Arab sebelum Islam untuk dimaksudkan sebagai model tingkah laku yang telah ditentukan oleh nenek moyang suatu suku. Adapun metode tentang mempelajari hadist antara lain:
1. Metode Hadits Melalui Obyek Penelitian Hadist
Sebagaimana,dikemukakan Taufiqullah (1997:12),bagian-bagian hadist yang menjadi wilayah penelitian ada dua macam ,yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan materi hadist yng dikenal dengan istilah sanad,dan materi atau matan hadist itu sendiri.Dikemukakan Syuhudi Ismail (1992:23) bahwa yang menjadi obyek penelitian hadist itu ada dua macam,yakni rangkaian para periwayat hadist yang dikenal dengan istilah sanad dan materi atau matan hadist itu sendiri.Sedangkan menurut istilahnya adalah rangkaian para periwayat yang menyampaikan kita kepada matan hadist. Adapun bagian-bagian menurut Syuhudi Ismail adalah:
a) Nama-nama periwayat yang terlibat dalam periwayatannya hadist yang bersangkutan.
b) Lambang-lambang periwayatan hadist yang telah digunakan oleh masing-masing periwayat dalam meriwayatkan hadist yang bersangkutan. Misalnya, samitu, akhbarani, an, dan anna.
Adapun kaidah dan cabang pengetahuan hadist diantaranya:
a) Ilmu Hadist Riwayah,menurut Zammalaludil Al-Qosimi (1979:75),yaitu ilmu yang mencakup pernyataan dan perbuatan Nabi SAW.baik periwayatannya,pemeliharaannya,maupun penulisannya atau pembukuan lafazh-lafazhnya.
b) Ilmu Hadist Diroyah atau ndisebut juga dengan ilmu diroyah al-hadist,yang dikenal juga dengan sebutan ilmu usul al-hadist,ulum al-hadist,mustolah al-hadits atau Qowaid al-Tahdits. Secara terminologi,yang dimaksud Ilmu Hadits Diroyah ialah undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan.Adapun cabang-cabang ilmu hadits diroyah dan riwayah antara lain: ilmu Rijal al-hadits,ilmu al Jarh wa al-Tadli,ilmu Thabaqat,dan ilmu Tarikh al-Ruwat.Ketiga ilmu ini berkaitan erat dengan pemgkajian sanad hadits.
2. Metode Hadits Melalui Tujuan Penelitian Hadits
Tujuan pokok penelitian hadits,baik dari segi sanad maupun matan,sebagaimana dikemukakan Syuhudi Ismail,adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti.Kualitas hadits sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan hadits yang bersangkutan. Menurut Syuhudi Ismail telah menyusun babarapa penjelasan barikut ini:
a) Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ulama pada dasarnya tidak terlepas dari hasil ijtihad.
b) Pada kenyataanya,tidak sedikit hadits yang dinilai shahih oleh ulama hadits tertentu, tetapi dinilai tidak shahih oleh ulama tertentu lainnya.
c) Pengetahuan manusia berkembang dari masa ke masa
d) Ulama hadits adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari berbuat salah, karena tidak mustahil bila hasil penelitian yang telah mereka kemukakan.
e) Penelitian hadits mencakup penelitian sanad dan matan.
3. Metode Hadits Melalui Langkah-Langkah Penelitian Hadits
a) Takhrijul-hadits sebagai Langkah Awal Penelitian Hadits.
Menurut Syuhudi Ismail menjelaskan bahwa at-takhrij menurut pengertian asal bahasanya ialah “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu.Adapun pengertian yang populer untuk kata at-takhrij ialah al-istinbat (hal mengeluarkan),at-tadrib (hal melatih atau hal pembiasaan),at-taujih (hal memperhadapkan).
b) Sejarah singkat Takhrij
Para ulama dan peneliti hadits terdahulun tidak membutuhkan kaidah dan pokok-pokok takhrij karena pengetahuan mereka sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat terhadap sumber-sumber Sunnah.
c) Sebab-sebab perlunya Takhrijul Hadits
Adanya Takhrijul Hadits, tentu ada penyebabnya. Maka sebab-sebab perlunya melakukan Takhrijul Hadits antara lain:
1. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadits yang akan diteliti,
2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti,
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi pada sanad yang diteliti.
d) Metode Takhrijul-hadits
Menelusuri hadits sampai kepada sumber aslinya tidak semudah Menelusuri ayat Al-Quran.Untuk menelusuri ayat Al-Quran,cukup diperlukan sebuah kitab kamus Al-Quran.misalnya kitab al-Mujam al-Mufahrs li Al-fazil Al-Quranil al-karim.Adapun metode yang dipakai dalam Takhrij ada dua macam yaitu takhrijul hadits bil-lazh (berdasarkan lafal) dan takhrijul-hadits bil maudhu (berdasarkan topic masalah).
Adapun lima metode Takhrij menurut Endang Soetari:
1. Takhrij dengan mengetahui rawi sahabat atas bantuan kitab Musnad,Mu’jam dan Athraf.
2. Takhrij dengan mengetahui kalimat matan Hadits atasc bantuan kitab Mu’jam,Fihris.
3. Takhrij dengan mengetahui kalimat matan.
4. Tajhrij dengan mengetahui maudhu’(tema).
5. Tajhrij dengan mengetahui keadaan rawi.

C. MODEL-MODEL PENELITIAN HADIS
Sebagaimana halnya al-Qur’an, al-hadis pun telah banyak diteliti oleh para ahli, bahkan dapat dikatakan penelitian terhadap al-hadis lebih banyak kemungkinannya dibandingkan penelitian terhadap al-Qur’an. Hal ini antara lain dilihat dari segi datangnya al-Qur’an dan hadis berbeda. Kedatangan (wurud),atau turun (nuzul)nya al-Qur’an diyakini secara mutawatir berasal dari Allah. Tidak ada satu ayat al-Qur’an pun yang diragukan sebagai yang bukan berasal dari Allah SWT. Dari segi datang (al-wurud)nya hadis tidak seluruhnya diyakini berasal dari Nabi, melainkan ada yang berasal dari selain Nabi. Hal ini selain disebabkan sifat dari lafadz-lafadz hadis yang tidak bersifat mukjizat, juga disebabkan perhatian tarhadap penulisan hadis pada zaman Rasulullah agak kurang,bahkan beliau pernah melarangnya; dan juga karena sebab-sebab yang bersifat politis dan lainnya.
Karena begitu luasnya peredaran dan pengaruhnya dari kedua macam kitab yaitu kitab Sahih Bakhari (810-870)& Sahih Muslim (810-875),maka belakangan datang para peneliti yang selain menggunakan pendekatan perbandingan (comparativ) juga melakukan kritik. Ulama yang paling keras mengeritik Bukhari adalah al-Daruquthni, yang mengatakan bahwa tidak semua hadis yang terdapat dalam Sahih Bukhari dan Muslim diterima oleh ulama secara sepakat. Bagian-bagian lain yang dikritiknya antara lain:
a) Bekaitan dengan lebih atau kurangnya rawi;
b) Berkaitan dengan perbedaan rawi disebabkan perubahan sanad;
c) Berkaitan dengan penyendirian (fard) rawi
d) Sebagian rijalnya ada yang dituduh wahm (kurang jelas identitasnya)

Sebagaimana halnya pada Bukhari, pada Muslim pun datang pula ulama yang memuji dan mengkritiknya.
Menurut hasil penelitian Jumhur Ulama, bahwa Sahih Bukhari lebih tinggi nilainya dari Sahih muslim dengan alasan:
1. Persyaratan yang dikemukakan Bukhari lebih ketat dibandingkan persyaratan yang dikemukakan Muslim.
2. Kenyataan menunjukan bahwa kritik terhadap Bukhari lebih sedikit dibandingkan kritik yang ditunjukan pada Imam Muslim.
3. Perawi hadis Bukhari yang dikritik adalah orang-orang yang diketahui keadaanya oleh Bukhari, atau Bukhari lebih kenal pada orang tersebut daripada orang yang mengkritiknya.
Pada sisi lain ada yang menilai bahwa Shaih Muslim jauh lebih memilikikelebihan dibandimgkan dengan yang dimiliki Bukhari. Kelebihannya antara lain:
1) Sistematikanya lebih baik.
2) Dari segi redaksi, Muslim labih diterima daripada Bukhari, karena Muslim lebih banyak meriwayatkan dengan lafadz, sedangkan Bukhari lebih banyak meriwayatkan dengan makna, sahingga redaksinya memiliki kelemahan.
1. Model H.M.Qurish Shihab
Penelitian yang dilakukan Qurish Shihab terhadap hadis menunjukan jumlahnya tidak lebih banyak jika dibandingakn dengan penelitin terhadap al-Qur’an. Dalam bukunya berjudul Membumikan Al-Qur’an, Quraish Shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadis, yaitu mengenai hubungan hadis dengan al-Qur’an serta fungsi dan posisi sunah dalam tafsir. Bahan-bahan penelitian beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan, yaitu sejumlah buku yang ditulis para pakar di bidang hadis termasuk pula al-Qur’an, dan sifatnya penelitianya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji hipotesa
Hasil penelitian Quraish Sihab tentang fungsi hadis terhadap al-Qur’an, menyatakan bahwa al-Qur’an menekan bahwa Rasul SAW, berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (Qs. 16:44)
Artrinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka )perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.( dan supaya mereka memikirkan,)
Abdul Halim menegaskan bahwa dalam kaitanya dengan al-Qur’an ada fungsi al-Sunah yang tidak diperselisihkan, yaitu apa yang di istilahkan oleh sementara ulama dengan bayan ta’kid dan bayan tafsir. Yang pertama sekedar menguatkan dan menggarisbawahi apa yang terdapat di dalam al-Qur’an. Ulama lain menyebutkan sebagai penetapan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Dalam keadaan demikian, maka al-Qur’an dan al-Sunah kedua-duanya bersama-sama menjadi sumber hukum.
Fungsi yang kedua dari al-Sunah adalah memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an. Yaitu memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan memberikan taqvid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an dan memberikan takhshis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum. Misalnya perintah mengerjakn sembahyang, membayar zakat dan menunaikan ibadah haji dalam al-Qur’an tidak dijelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara-cara melaksanakannya; tidak diperincikan nisab-nisab zakat dan juga tidak dipaparkan cara-cara ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah ditafshil (diterangkan secara terperinci) dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh hadits.
Selain itu al-hadis juga dapat mengambil peran sebagai menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati di dalam al-Qur’an. Misalnya membaca hadis yang artinya “Sungguh Allah telah mengharamkan mengawini seseorang karena sepersusuan, sebagaimana halnya allah telah mengharamkan karena senasab”(H.R. Bukhari Muslim).
2. Model Musthafa Al- Siba’iy
Penelitian yang dilakukan Mushtafa al-Siba’iy dalam bukunya itu bercorak eksfloratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriftif analitis. Yakni dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah.
Hasil penelitian yang dilakukan Mushthfa al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses terjadi dan taersebarnya hadis mulai dari Rasulullah sampai terjadinya pemalsuan hadis dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah, dibukukanny ilmu Musthalah al-Hadis, ilmu Jarh dan al-Ta’dil, Kitab-kitab tentang Hadis-hadis palsu dan pamalsu dan penyebarnya.
Al-Siba’iy juga menyampaikan hasil penelitiannya mengenai pandangan kaum Khawarij, Syi’ah Mu’tazila dan mutakallimin, para penulis modern dan kaum Muslim pada umumnya terhadap al-Sunah. Dilanjutkan dengan laporan tentang sejumlah kelompok di masa sekarang yang mengingkari kehujjahan al-Sunnah disertai pembelanya.
3. Model Muhammad Al-Ghazali
Penelitian yang dilakukan Muhamad al-Gazali dari segi kandungan, termasuk penelitian eksploratif, yaitu membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadis tersebut. Corak penyajiannya masih bersifat deskriptif analitis. Yakni mendeskripsikan hasil penelitian sedemikain rupa, dilanjutkan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan fikih, sehingga terkesan ada misi pembelaan dan pemurnian ajaran Islam dari berbagai paham yang dianggapnya tidak sejalan dengan al-Qur’an dan al-Sunah yang mutawatir. Dalam hasil penelitiannya, ia mengemukakan tentang mayit yang diazab karena tangisan keluarganya, tentang hukum qishash, salat tahiyah masjid, etika makan, minum,antara sarana dan tujuan dan masalah-masalah fikih yang aktual lainnya.

4. Model Zain al-Din ‘Abd al-Rohim bin Al- Husain Al-Iraqiy
Dalam bukunya yang berjudul al-Taqyid wa al-Idlah Syarb Muqaddiman Ibn al-Shalah adalah termasuk kitab ilmu hadis tertua yang banyak mengemukakan hasil penelitian dan banyak dijadikan rujukan oleh para peneliti dan penulis hadis generasi berikutnya.Ia sebutkan sebagai penganut mahzab Syafi’i, belajar di Mesir dan mendalami bidang fikih. Dalam penelitiannya bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditunjukan untuk menemukan bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu. Buku yang pertama kali mengemukakan macam-macam hadis yang didasarkan pada kualitas sanad dan matannya, yaitu ada yang tergolomg sahih, hasan, dhaif. Kemudin dilihat pula dari keadaan bersambung atau terputusnya sanad yang dibaginya menjadi hadis musnad, muttasil. Marfu, maukuf, mursal, al-munqatil. Dilihat dari keadaan kualitas matannya dibagi menjadi hadis yang syadz dan mumkar.

5. Model Penelitian Lainnya
Pada model penelitian hadis ini yang diarahkan pada fokus aspek tertentu saja. Misalnya, Rifat Fauzi Abd al-Muthallib pada tahun 1981, meneliti tentang perkembangan al-Sunah pada abad ke-2 Hijriah. Hasil penelitiannya itu dilaporkan dalam bukunya berjudul Tautsiq al-Sunnah fi al-Qurn al-Tsany al-Hijri Ususuhu wa Itijahat.Selanjutnya Mahmud Abu Rayyah melalui telaah kritis atas sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW. Sementara itu Mahmud Al-Thahhan khusus meneliti cara menyeleksi hadis serta penentuan sanad. Ada pula yang menyusun buku-buku hadis dengan mengambil bahan-bahan pada hasil penelitian lainnya.




BAB III
KESIMPULAN

Alhamdulillah dari keterangan di atas dapat di tarik kesimpulan:
1) Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, dan pernyataan (taqrir).
2) Fungsi yang kedua dari al-Sunah adalah memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an. Yaitu memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan memberikan taqvid (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an dan memberikan takhshis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum.
3) Hadits dapat dipahami dengan berbagai metode (cara) antara lain;
a. Melalui Obyek Penelitian Hadist.
b. Metode Hadits Melalui Tujuan Penelitian Hadits.
c. Metode Hadits Melalui Langkah-Langkah Penelitian Hadits.
4.Beberapa metode yang dapat digunakan untuk meneliti Hadits menurut para tokoh, antara lain;
1) Meneliti hubungan hadis dengan al-Qur’an serta fungsi dan posisi sunah dalam tafsir.
2) Meneliti sejarah proses terjadi dan taersebarnya hadis mulai dari Rasulullah sampai terjadinya pemalsuan hadis dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah.
3) Meneliti dengan cara membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadis.










DAFTAR PUSTAKA


Rahman, Fathur, 1974, Ikhtisar Mustholahul Hadits, Bandung : Al-Ma’arif.
Hasan, Abdul Qadir, 1983, Ilmu Mustholahul Hadits, Bandung : Diponegoro.
Nata, Abudin, 2008, Metodologi Studi Islam, Jakarta, Raja Grafindo.
Hakim, Atang Abdul dan Jaih Mubarok, 1999, Metodologi Studi Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hamidullah, Muhammad, 1974, Pengantar Studi Islam, Jakarta : Bintang Bulan.

Undang-Undang HAM (UU No.39 Thn 1999)

 
 
 
 
 
 
7 Votes
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1999
TENTANG
HAK ASASI MANUSIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1. bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya;
2. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;
3. bahwa selain hak asasi manusia, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia;
5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, dan Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 Pasal 32, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ASASI MANUSIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;
2. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia.
3. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
4. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat politik.
5. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
6. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
7. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
BAB II
ASAS – ASAS DASAR
Pasal 2
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Pasal 3
1. Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraaan.
2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
3. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.
Pasal 5
1. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.
2. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak.
3. Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Pasal 6
1. Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.
2. Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
Pasal 7
1. Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia.
2. Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional.
Pasal 8
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.
BAB III
HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA
Bagian Kesatu
Hak Untuk Hidup
Pasal 9
1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Bagian Kedua
Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
Pasal 10
1. Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Hak Mengembangkan Diri
Pasal 11
Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.
Pasal 12
Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
Pasal 13
Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia.
Pasal 14
1. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
2. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Pasal 15
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 16
Setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan sosial dan kebajikan, mendirikan organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, serta menghimpun dana untuk maksud tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Hak Memperoleh Keadilan
Pasal 17
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
Pasal 18
1. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya.
3. Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.
4. Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
5. Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 19
1. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancam dengan hukuman berupa perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah.
2. Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.
Bagian Kelima
Hak Atas Kebebasan Pribadi
Pasal 20
1. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
2. Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.
Pasal 21
Setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
Pasal 22
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 23
1. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
2. Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Pasal 24
1. Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
2. Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
1. Setiap orang berhak memiliki, memperoleh, mengganti, atau mempertahankan status kewarganegaraannya.
2. Setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya dan tanpa diskriminasi berhak menikmati hak-hak yang bersumber dan melekat pada kewarganegaraannya serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
1. Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.
2. Setiap warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Hak Atas Rasa Aman
Pasal 28
1. Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.
2. Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 29
1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya
2. Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 30
Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Pasal 31
1. Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu.
2. Menginjak atau memasuki suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.
Pasal 32
Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
1. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
Pasal 35
Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi, dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Hak Ketujuh
Hak Atas Kesejahteraan
Pasal 36
1. Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
2. Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.
3. Hak milik mempunyai fungsi sosial.
Pasal 37
1. Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Apabila sesuatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain.
Pasal 38
1. Setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan.
3. Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
4. Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.
Pasal 39
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
Pasal 41
1. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.
2. Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atau biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bagian Kedelapan
Hak Turut Serta dalam Pemerintahan
Pasal 43
1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
3. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Pasal 44
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesembilan
Hak Wanita
Pasal 45
Hak wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.
Pasal 46
Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47
Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.
Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
Pasal 49
1. Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
2. Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
3. Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 50
Wanita telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.
Pasal 51
1. Seorang isteri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama.
2. Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
3. Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Hak Anak
Pasal 52
1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.
2. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Pasal 53
1. Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
2. Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraannya.
Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pasal 55
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.
Pasal 56
1. Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
2. Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
1. Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.
3. Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya.
Pasal 58
1. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 59
1. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.
2. Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin oleh Undang-undang.
Pasal 60
1. Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
2. Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 61
Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.
Pasal 62
Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.
Pasal 63
Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.
Pasal 64
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
Pasal 65
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya.
Pasal 66
1. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak.
3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
4. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
BAB IV
KEWAJIBAN DASAR MANUSIA
Pasal 67
Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.
Pasal 68
Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
1. Setiap warga negara wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.
Pasal 70
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
BAB V
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pasal 71
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Pasal 72
Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
BAB VI
PEMBATASAN DAN LARANGAN
Pasal 73
Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.
Pasal 74
Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini.
BAB VII
KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Pasal 75
Komnas Hak Asasi Manusia bertujuan :
1. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan
2. meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Pasal 76
1. Untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.
2. Komnas HAM beranggotakan tokoh masyarakat yang profesinal, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.
3. Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
4. Perwakilan Komnas HAM dapat didirikan di daerah.
Pasal 77
Komnas HAM berasaskan Pancasila
Pasal 78
Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari :
1. sidang paripurna; dan
2. sub komisi.
2. Komnas HAM mempunyai sebuah Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.
Pasal 79
1. Pelaksanaan kegiatan Komnas HAM dilakukan oleh Subkomisi.
2. Ketentuan mengenai Subkomisi diatur dalam Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.
Pasal 81
1. Sekretariat Jenderal memberikan pelayanan administratif bagi pelaksanaan kegiatan Komnas HAM.
2. Sekretariat Jenderal dipimpin oleh Sekretaris Jenderal dengan dibantu oleh unit kerja dalam bentuk biro-biro.
3. Sekretariat Jenderal dijabat oleh seorang Pegawai Negeri yang bukan anggota Komnas HAM.
4. Sekretariat Jenderal diusulkan oleh sidang paripurna dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
5. Kedudukan, tugas, tanggung jawab, dan susunan organisasi Sekretariat Jenderal ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 82
Ketentuan mengenai Sidang Paripurna dan Sub Komisi ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.
Pasal 83
1. Anggota Komnas HAM berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden selaku Kepala Negara.
2. Komnas HAM dipimpin oleh seorang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua.
3. Ketua dan Wakil Ketua Komnas HAM dipilih oleh dan dari Anggota.
4. Masa jabatan keanggotaan Komnas Hak Asasi Manusia selama 5 (lima) tahun dan setelah berakhir dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 84
Yang dapat diangkat menjadi anggota Komnas HAM adalah warga negara Indonesia yang :
1. memiliki pengalaman dalam upaya memajukan dan melindungi orang atau kelompok yang dilanggar hak asasi manusianya;
2. berpengalaman sebagai hakim, jaksa, polisi, pengacara, atau pengemban profesi hukum lainnya;
3. berpengalaman di bidang legislatif, eksekutif, dan lembaga tinggi negara;
4. merupakan tokoh agama, tokoh masyarakat, anggota lembaga swadaya masyarakat, dan kalangan perguruan tinggi.
Pasal 85
1. Pemberhentian anggota Komnas HAM dilakukan berdasarkan keputusan Sidang Paripurna dan diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
2. Anggota Komnas HAM berhenti antar waktu sebagai anggota karena :
1. meninggal dunia;
2. atas permintaan sendiri;
3. sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan anggota tidak dapat menjalankan tugas selama 1(satu) tahun secara terus menerus;
4. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan; atau
5. melakukan perbuatan tercela dan atau hal-hal lain yang diputus oleh Sidang Paripurna karena mencemarkan martabat dan reputasi, dan atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komnas HAM.
Pasal 86
Ketentuan mengenai tata cara pemilihan, pengangkatan, serta pemberhentian keanggotaan dan pimpinan Komnas HAM ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.
Pasal 87
1. Setiap anggota Komnas HAM berkewajiban :
a. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan keputusan Komnas HAM.
b. berpartisipasi secara aktif dan sungguh-sungguh untuk tercapainya tujuan Komnas HAM; dan
c. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia Komnas HAM yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota.
2. Setiap anggota Komnas HAM berhak :
a. menyampaikan usulan dan pendapat kepada Sidang Paripurna dan Subkomisi;
b. memberikan suara dalam pengambilan keputusan Sidang Paripurna dan Subkomisi;
c. mengajukan dan memilih calon Ketua dan Wakil Ketua Komnas HAM dalam Sidang Paripurna; dan
d. mengajukan bakal calon Anggota Komnas HAM dalam Sidang Paripurna untuk pergantian periodik dan antarwaktu.
Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban dan hak anggota Komnas HAM serta tata cara pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.
Pasal 89
1. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
1. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
2. pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;
3. penerbitan hasil pengkajian dari penelitian;
4. studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia;
5. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan
6. kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
2. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
1. penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;
2. upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya; dan
3. kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
3. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
1. pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;
2. penyidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;
3. pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;
4. pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
5. peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
6. pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;
7. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan
8. pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proes peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
4. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
1. perdamaian kedua belah pihak;
2. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;
3. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
4. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
5. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
Pasal 90
1. Setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM.
2. Pengaduan hanya akan mendapatkan pelayanan apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan.
3. Dalam hal pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang hak asasinya dilanggar sebagai korban, kecuali untuk pelanggaran hak asasi manusia tertentu berdasarkan pertimbangan Komnas HAM.
4. Pengaduan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi pula pengaduan melalui perwakilan mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh kelompok masyarakat.
Pasal 91
1. Pemeriksaan atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilakukan atau dihentikan apabila :
1. tidak memiliki bukti awal yang memadai;
2. materi pengaduan bukan masalah pelanggaran hak asasi manusia;
3. pengaduan diajukan dengan itikad buruk atau ternyata tidak ada kesungguhan dari pengadu;
4. terdapat upaya hukum yang lebih efektif bagi penyelesaian materi pengaduan; atau
5. sedang berlangsung penyelesaian melalui upaya hukum yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Mekanisme pelaksanaan kewenangan untuk tidak melakukan atau menghentikan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.
Pasal 92
1. Dalam hal tertentu dan bila dipandang perlu, guna melindungi kepentingan dan hak asasi yang bersangkutan atau terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan identitas pengadu, dan pemberi keterangan atau bukti lainnya serta pihak yang terkait dengan materi aduan atau pemantauan.
2. Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan atau membatasi penyebarluasan suatu keterangan atau bukti lain yang diperoleh Komnas HAM, yang berkaitan dengan materi pengaduan atau pemantauan.
3. Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada pertimbangan bahwa penyebarluasan keterangan atau bukti lainnya tersebut dapat :
1. membahayakan keamanan dan keselamatan negara;
2. membahayakan keselamatan dan ketertiban umum;
3. membahayakan keselamatan perorangan;
4. mencemarkan nama baik perorangan;
5. membocorkan rahasia negara atau hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses pengambilan keputusan Pemerintah;
6. membocorkan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan suatu perkara pidana;
7. menghambat terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, atau
8. membocorkan hal-hal yang termasuk dalam rahasia dagang;
Pasal 93
Pemeriksaan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan secara tertutup, kecuali ditentukan lain oleh Komnas HAM.
Pasal 94
(1) Pihak pengadu, korban, saksi, dan atau pihak lainnya yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) huruf c dan d, wajib memenuhi permintaan Komnas HAM.
(2) Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi oleh pihak lain yang bersangkutan, maka bagi mereka berlaku ketentuan Pasal 95.
Pasal 95
Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 96
1. Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4) huruf a dan b, dilakukan oleh Anggota Komnas HAM yang ditunjuk sebagai moderator.
2. Penyelesaian yang dicapai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berupa kesepakatan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan dikukuhkan oleh moderator.
3. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan keputusan mediasi yang mengikat secara hukum dan berlaku sebagai alat bukti yang sah.
4. Apabila keputusan mediasi tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam keputusan tersebut, maka pihak lainnya dapat memintakan kepada Pengadilan Negeri setempat agar keputusan tersebut dinyatakan dapat dilaksanakan dengan pembubuhan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
5. Pengadilan tidak dapat menolak permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).
Pasal 97
Komnas HAM wajib menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya, serta kondisi hak asasi manusia, dan perkara-perkara yang ditanganinya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Presiden dengan tembusan kepada Mahkamah Agung.
Pasal 98
Anggaran Komnas HAM dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 99
Ketentuan dan tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang serta kegiatan Komnas HAM diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib Komans HAM.
BAB VII
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 100
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.
Pasal 101
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.
Pasal 102
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak untuk mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM dan atau lembaga lainnya.
Pasal 103
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga studi, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, baik secara sendiri-sendiri maupun kerja sama dengan Komnas HAM dapat melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia.
BAB IX
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
Pasal 104
1. Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum.
2. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang-undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.
3. Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diadili oleh pengadilan yang berwenang.
BAB X
KETENTUAN
Pasal 105
1. Segala ketentuan mengenai hak asasi manusia yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur dengan Undang-undang ini.
2. Pada saat berlakunya Undang-undang ini :
1. Komnas HAM yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dinyatakan sebagai Komnas HAM menurut Undang-undang ini.
2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komnas HAM masih tetap menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya, berdasarkan Undang-undang ini sampai ditetapkannya keanggotaan Komnas HAM yang baru; dan
3. Semua permasalahan yang sedang ditangani oleh Komnas HAM tetap dilanjutkan penyelesaiannya berdasarkan Undang-undang ini.
3. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini susunan organisasi, keanggotaan, tugas dan wewenang serta tata tertib Komnas HAM harus disesuaikan dengan Undang-undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 106
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 165
Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET
Republik Indonesia
Kepala Biro PeraturanPerundang-undangan
Edy Sudibyo
Sugianto

undang-undang no.40 tahun 1999 tentang pers di indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
P E R S
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang- undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS. UU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
(1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
(2) Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4
(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
(1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
(2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
(1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
(1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
(2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;

b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;

c. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;

d. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;

e. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;

f. mendata perusahaan pers;
(3) Anggota Dewan Pers terdiri dari :

a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;

b. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;

c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
(4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
(5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan keputusan Presiden.
(6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
(7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :

a. organisasi pers;

b. perusahaan pers;

c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
(1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
(2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara  Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Sugianto
sumber : hukum.unsrat.com




PENGEMBANGAN KOMPOTENSI SEBAGAI TUJUAN PEMBELAJARAN

                             
                      

Makalah ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Desain Pembelajaran pada jurusan Tarbiyah prodi Manajemen Pendidikan(Mpi 2)










A.      PENDAHULUAN
Desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat diamati secara langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar tersembunyi dan hanya berupa asumsi.




















PENGEMBANGAN KOMPETENSI SEBAGAI TUJUAN PEMBELAJARAN
B.       PEMBAHASAN
1.        Pengertian Kompetensi
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan dan perilaku tugas yang harus dimiliki seorang guru. Seteah dimiliki, tentu harus dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan di dalam kelas yang disebut sebagai pengajaran.
Kompetensi guru meliputi :
a.        Kompetisi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengolahan pembelajaran untuk kepentingan peserta didik. Paling tidak harus meliputi pemahaman wawasan atau landasan kepemimpinan dan pemahaman terhadap peserta didik.
b.       Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian mencakup kepribadian yang baik, stabil, dewasa, arif dan bijaksana. Tentu saja berakhlak mulia, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Secara objektif mampu mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
c.        Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial yaitu kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi agar mampu berkomunikasi lisan, tulisan atau secara isyarat. Mampu pula memilih, memilah dan memanfaatkan alat telekomunikasi yang sesuai secara fungsional dan bergaul ecara efektif dengan berbagai kalangan serta lapisan.
d.       Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan wujud nyata kemampuan penguasaan atas materi pelajaran secra luas dan mendalam. Mengerti tujuan diajarkanya materi dan acuan hasil yang akan didapat setelah proses pengajaran. Mampu mempresentasikan dan memperkaya dengan bacaan-bacaan bermutu.[1]
Tujuan khusus pengembangan kompetensi adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh guru sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses pembelajaran, dengan sebaik-baiknya sesuai bidang tugasnya.
Tujuan umum pengembangan kompetensi adalah sebagai acuan pelaksanaan uji kompetensi, penyelenggaraan diklat, dan pembinaan, maupun acuan bagi pihak yang berkepentingan terhadap kompetensi guru untuk melakukan evaluasi, pengembangan bahan ajar dan sebagainya bagi tenaga kependidikan.[2]

2.        Pengembangan Kompetensi Sebagai Tujuan Pembelajaran
Tujuan ibaratnya adalah komponen jantung dalam tubuh manusia. Tujuan merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Perumusan tujuan adalah langkah pertama.[3]
Komponen tujuan memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem pembelajaran sebab tujuan merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh karena itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah perencanaan program pembelajaran. Merumuskan tujuan pembelajaran diperlukan dalam merancang program pembelajaran sebab:
a.        tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan jelas akan dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran
b.       tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa.
c.        tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran
d.       tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.
Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan. Artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan formal, informal, maupun non formal.
Tujuan Pendidikan Umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang.
Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan atau kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional berkaitan dengan visi dan misi lembaga pendidikan tertentu.
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler juga dapat diartikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajarai bahasan tertentu daalm bidang studi tertentu pula. Ada dua jenis tujuan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.[4]

3.        Upaya Peningkatan Kompetensi dan Kinerja Guru[5]
                    a.            Upaya oleh guru sendiri berupa melanjutkan tingkat pendidikan, mengikuti berbagai kegiatan MGMP/KKG, pelatihan, penataran, workshop, seminar, dan meningkatkan kinerja. Mayoritas guru SD telah memiliki kualifikasi pendidikan D2-PGSD, dan sebagian telah menyelesaikan S1. Sedangkan mayoritas guru SMP/SMA/SMK telah berpendidikan S1, dan sebagian sedang dan telah menempuh pendidikan S2. Biaya pendidikannya ada yang melalui beasiswa pemerintah dan banyak juga yang menggunakan biaya sendiri. Dengan adanya program sertifikasi guru yang menuntut pendidikan minimal guru adalah S1, menjadi motivasi sendiri bagi guru untuk melanjukan pendidikannya.
                   b.            Upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam membina dan meningkatkan kompetensi dan kinerja guru, antara lain berupa:
        Mengirim guru untuk mengikuti pelatihan, penataran, lokakarya, workshop, dan seminar
        Mengadakan sosialisasi hasil pelatihan dan berbagai kebijakan pemerintah dengan mendatangkan narasumber
        Mengadakan pelatihan komputer dan bahasa Inggris
        Mendorong guru untuk melanjutkan studi agar sesuai dengan tuntutan pemerintah
        Mengadakan studi banding ke sekolah lain yang dianggap lebih maju
        Mengirim guru untuk magang ke sekolah lain
        Melengkapi sarana dan berbagai media penunjang kegiatan pembelajaran
        Memberikan penghargaan bagi guru yang berprestasi
        Meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan tambahan pendapatan yang bersumber dari komite sekolah dan orang tua siswa
        Memberikan keteladanan, dorongan, dan menggugah hati nurani guru agar menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru.
                    c.            Upaya oleh masyarakat. Peran masyarakat yang terwadahi dalam komite sekolah maupun paguyuban kelas berupa penggalangan dana untuk membantu kelancaran proses pembelajaran, seperti pengadaan gedung, peralatan sekolah, dan dana untuk membiayai kegiatan sekolah, termasuk di dalamnya untuk kegiatan pelatihan guru, seminar, lokakarya, dan membantu guru yang melanjutkan studi. Upaya tersebut secara tidak langsung telah menunjukkan peran masyarakat dalam membantu peningkatan kompetensi guru.
                   d.            Peran MGMP dan KKG. Pada dasarnya, MGMP bagi guru SMP/SMA/SMK dan KKG bagi guru SD, merupakan wadah bagi guru untuk bekerja sama mengatasi berbagai kesulitan dan meningkatkan kompetensi. Namun realitas menunjukkan, MGMP dan KKG kurang berperan sebagaimana mestinya.
                    e.            Upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat, antara lain berupa bantuan dana, beasiswa studi lanjut bagi guru, peralatan dan media pembelajaran, serta berbagai kegiatan pembinaan, pelatihan, penataran, dan workshop.
                     f.            Pembinaan oleh lembaga swasta. Pembinaan bagi guru yang dilakukan oleh lembaga swasta tampak lebih berhasil daripada yang dilakukan pemerintah. Hal ini karena pembinaan yang dilakukan lembaga swasta lebih efektif, yaitu bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan, akan tetapi sampai tingkat merubah kinerja guru.
Pembinaan dan peningkatan kompetensi dan kinerja guru yang dilakukan melalui kegiatan pelatihan akan lebih efektif dan berhasil guna apabila dilakukan atas prakarsa dan keinginan guru sendiri. Dalam pelatihan atas prakarsa guru sendiri, dilandasi kesadaran atas peran dan tanggung jawab serta dorongan untuk meningkatkan kinerja. Program pelatihan seperti ini jarang terjadi, karena biasanya dilakukan atas prakarsa atasan (kepala sekolah atau dinas pendidikan).
Dengan demikian, faktor yang paling dominan dalam upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru adalah komitmen guru dan kepala sekolah. Upaya untuk memajukan pendidikan yang berasal dari pemerintah daerah maupun pusat, masyarakat, atau kepala sekolah, bila tidak didukung oleh komitmen seluruh guru akan kurang membawa hasil secara optimal.
















C.       KESIMPULAN
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan dan perilaku tugas yang harus dimiliki seorang guru. Seteah dimiliki, tentu harus dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan di dalam kelas yang disebut sebagai pengajaran.
Komponen tujuan memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem pembelajaran sebab tujuan merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh karena itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah perencanaan program pembelajaran.
Faktor yang paling dominan dalam upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru adalah komitmen guru dan kepala sekolah. Upaya untuk memajukan pendidikan yang berasal dari pemerintah daerah maupun pusat, masyarakat, atau kepala sekolah, bila tidak didukung oleh komitmen seluruh guru akan kurang membawa hasil secara optimal.

















DAFTAR PUSTAKA
http://www.smkn2pandeglang.net/index.php?option=com_content&view=article&id=50:peningkatan-kompetensi-dan-kinerja-guru-sekolah&catid=34:pendidikan&Itemid=59




[1] http://imtaq.com/mengenal-kompetensi-guru/
[2] http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/06/tujuan-dan-manfaat-standar-kompetensi.html
[3]http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBUQFjAA&url=http%3A%2F%2Fseribulangkah.files.wordpress.com%2F2009%2F10%2F6-pengembangan-kompetensi.ppt&rct=j&q=pengembangan%20kompetensi%20sebagai%20tujuan%20pembelajaran&ei=PSACToaBCoWHrAfKsOmGAw&usg=AFQjCNFjv-jAHIzQBHpD7-KJFFcesoNEzQ&cad=rja
[4] http://andinurdiansah.blogspot.com/2010/10/pengembangan-kompetensi-sebagai-tujuan.html
Č
ą

(49k)
hafiz azza,
23 Jun 2011 07:20


TENTANG DIRIKU

Foto saya
Keinginan selalu ada, namun butuh pengajaran.

Followers

Copyright 2010 SUGIANTO
Lunax Free Premium Blogger™ template by Introblogger